Thursday, October 24, 2019

Ke mana arah politik kita?



Dalam tiga atau empat tahun terakhir ini, kita sedang mengalami goncangan yang besar sebagai sebuah bangsa. Keutuhan kita sebagai bangsa yang rukun dan damai sedang diuji kekuatannya. Masyarakat kita terpolarisasi dalam kelompok-kelompoknya yang termanisfestasi dalam berbagai sikap menghina, merendahkan kelompok lain, meluasnya kebencian, lunturnya persahabatan, luruhnya solidaritas social dan berkembangnya benih-benih perpecahan. Perbedaan yang paling sering dijadikan akar permasalahan adalah perbedaan agama, suku dan pilihan politik.

Awalnya masyarakat kita sangat toleran terhadap perbedaan disertai dengan tingginya rasa kekeluargaan dan kebersamaan. Namun, sikap toleran itu dengan begitu cepat berubah menjadi sikap anti perbedaan dan sikap permusuhan terhadap kelompok lain. Kontestasi politik yang kurang sehat menjadi awal dalam prahara tersebut. Tanpa sadar atau dengan sengaja para politisi memanfaatkan isu-isu sensitive seperti agama atau suku sebagai kendaraan untuk mempengaruhi perilaku pemilih dalam kampanye-kampanye politiknya. Pendekatan kampanye politik seperti ini adalah sangat berbahaya bagi keutuhan masyarakat dan negara. Ini adalah pendekatan kampanye politik yang keliru dari para politisi tertentu yang sebenarnya mengarah pada mengadu domba sendiri, mirip-mirip dengan pendekatan kolonial zaman dulu ketika bangsa kita masih dijajah. Memainkan politik identitas primordial sebagai kendaraan untuk meraih kekuasaan adalah sebuah kesalahan besar dari para politisi tertentu karena memiliki dampak jangka panjang dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, masyarakat kita yang dulunya sangat rukun, damai dan saling menolong berubah menjadi masyarakat yang saling curiga. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian besar dalam menggerus modal social dalam masyarakat kita, seperti sikap tolong menolong dan tenggang rasa.

Kalau kita memperhatikan dengan baik, kontestasi politik dalam pemilihan kepala-kepala daerah dan pemilihan presiden antara 2014-2019 adalah penyumbang utama dan terbesar dalam menciptakan segregasi dalam masyarakat. Event-event politik yang besar tersebut sudah meninggalkan bekas-bekas yang buruk dalam tatanan social kita. Misalnya banyak orang-orang yang tadinya berteman baik di dunia nyata atau media social menjadi tidak berteman lagi karena mereka sudah saling curiga dan tidak saling percaya. Bahkan perpecahan tersebut sampai dalam hubungan-hubungan keluarga dimana mungkin ada suami istri cerai karena beda pilihan politik, atau hubungan antara anggota keluarga retak. Begitu pun dalam kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar, kita dapat merasakan adanya keretakan yang sangat serius.

Ancaman terhadap keutuhan bangsa ini dipercepat dengan meluasnya pengaruh media social. Berbeda dengan zaman dulu ketika internet dan media social belum ada dimana sebuah informasi tidak dengan mudah disebarluaskan dalam waktu yang sangat singkat. Kita sekarang lebih banyak dibanjiri oleh informasi yang penyebarannya begitu mudah dan dapat diakses oleh jutaan masyarakat hanya dalam waktu beberapa menit. Sayang tidak semua berita yang disebarkan mengandung kebenaran. Banyak juga berita palsu (hoax) yang sengaja diproduksi oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan baik kepentingan politik maupun ekonomi. Celakanya, masyarakat kita masih memiliki tingkat literasi yang rendah yang ditandai dengan mudahnya menerima sebuah informasi dan mempercayainya tanpa menganalisa dengan kritis kebenaran berita-berita yang diterimanya. Semua informasi diterima tanpa mempertanyakan sumber beritanya dari mana atau siapa yang menyebarkan beritanya, apakah berita tersebut mengandung fakta yang benar atau hanya propaganda atau berita palsu. Hal ini tentu saja adalah bagian dari lemahnya system Pendidikan kita yang mungkin kurang begitu menekankan daya kritis dalam Pendidikan kita. Akibatnya banyak orang mudah percaya pada setiap informasi hoax tanpa berupaya untuk menyaring dan meragukannya. Misalnya, banyak orang menshare informasi di media social tanpa menyaring terlebih dahulu kebenaran dari berita tersebut.

Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa ujian terbesar kita adalah keberanian dan komitmen kita untuk tetap merawat persatuan dalam perbedaan dengan mengedepankan sikap saling menghormati. Ketika nilai-nilai luhur kebangsaan kita hargai melalui prinsip kesatuan dalam keberagaman atau Bhinneka Tunggal Ika, maka keutuhan masyarakat bisa tetap kokoh. Setelah berakhirnya pemilu dan terjadinya pelantikan presiden serta pembentukan cabinet pada 23 Oktober 2019, kita melihat ada perubahan besar dalam konstelasi politik karena kedua kubu sudah menyatu dalam satu cabinet. Kita belum tahu betul scenario apa yang sedang dibangun namun kita hanya tetap berharap agar keutuhan bangsa kita tetap terjaga.

Sekarang ini, kita dapat merasakan menurunnya ketegangan dalam kedua kubu supporter terutama jika memperhatikan diskusi-diskusi dalam media social. Kedua kubu tidak memiliki alasan untuk saling bertentangan atau menjatuhkan karena para pemimpin kedua kubu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda menyatu. Banyak pendukung kedua kubu yang kecewa karena banyak yang berharap agar kondisi ketegangan tersebut berkelanjutan. Akibatnya, diskusi di media kurang seru di antara kedua kubu. Namun, pertanyaannya adalah berapa lama kondisi ini akan berlangsung? Apakah mungkin ada usaha-usaha tertentu untuk memanaskan situasi lagi demi memperebutkan kekuasaan di 2024? Kita belum tahu pasti, kita coba perhatikan saja sambil mendoakan agar muncul politisi-politisi berani dan tegas dan tidak mengorbankan masyarakat untuk kepentingan kekuasaan yang singkat! 


By: Notatema Gea


Wednesday, January 30, 2019

Mengapa korupsi terjadi?

Mungkin suatu hari nanti penjara di Indonesia akan dipenuhi oleh para koruptor! Kita memperhatikan begitu banyak tersangka baru ditangkap. Berita-berita mengenai tindakan korup menjadi begitu biasa kita dengar. Kita menyaksikan setiap hari ada saja penambahan jumlah koruptor. Status mereka pun bermacam-macam: ada yang ditangkap tangan; ada yang sedang diadili; ada pula yang sedang menjalani hukuman; dan ada juga yang sudah bebas. Anehnya, perilaku korupsi ini kok bisa tidak pernah dapat dihentikan dan ada kecenderungan semakin meningkat. Lebih aneh lagi mereka yang terlibat dalam kasus korupsi ini kebanyakan bukanlah dari kalangan masyarakat biasa, tetapi mereka adalah kelompok-kelompok elit yang terdidik dan memiliki jabatan publik. Mereka sebagian berasal dari wakil rakyat, aparatur pemerintah, dan sebagian penegak hukum dan tidak jarang juga dari kalangan pengusaha.

Isu korupsi saat ini di Indonesia memang sangat ironis dan kronis. Sebab dengan perilaku korupsi inilah yang telah menghambat pembangunan di Indonesia. Walaupun pendapatan negara besar namun uang negara tersebut tidak mencapai sasaran karena para tikut-tikus (baca: koruptor-koruptor) menghabisinya ditengah jalan. Uang yang sampai kepada rakyat atau pembangunan yang sampai kepada rakyat hanyalah sebagian kecil saja dari anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk membangun masyarakat yang sejahtera itu. Dana pembangunan yang seharusnya diperuntukkan untuk kebaikan masyarakat diselewengkan oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan pribadinya.

Inti dari korupsi adalah uang rakyat dicuri dan digunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompoknya. Walaupun isu korupsi sepertinya baru muncul dalam dua decade teakhir ini, sebenarnya perilaku ini sudah sering terjadi di masa lalu. Hanya saja waktu itu belum ada lembaga yang secara khusus menjerat para koruptor ini. Ini berarti bahwa korupsi sebenarnya sudah terjadi selama puluhan tahun yang lalu namun belum ada yang mengungkapkannya dan belum dijadikan sebagai sebuah isu bersama.

Tidak mudah untuk mencari akar masalah dari semua persoalan ini. Mengapa para pejabat dan wakil rakyat itu korupsi dan celakanya korupsi ini berlangsung dalam sebuah level dari yang tertinggi sampai level terendah. Bedanya mungkin jumlah uang yang mereka korupsi yang berbeda. Orang-orang yang berada pada level jabatan tertinggi pasti memiliki korupsi uang negara dalam jumlah yang lebih besar. Korupsi ini tidak hanya terjadi dalam ruang lingkup pejabat di pusat tetapi juga di daerah-daerah dan hampir terjadi di semua lembaga.

Mengapa mereka korupsi dan tidak menjaga kehormatan dirinya? Persoalan pertama adalah rakus dan bermental pencuri. Inilah persoalan utama terjadinya korupsi. Orang yang rakus dan bermental pencuri pasti akan selalu berusaha untuk mencari celah untuk mencari keuntungan dalam semua keadaan. Mereka yang rakus dan bermental pencuri ini tidak memiliki visi yang besar kepada kepada negara atau pekerjaannya. Tindakan korupsi yang mereka lakukan menunjukkan bahwa sebenarnya mereka sama sekali tidak tulus dalam pengabdiannya. Mereka justru dipenuhi rasa haus dan lapar dan tidak pernah puas dengan gaji rutin yang diterimanya setiap bulan. Mereka berusaha untuk mendapatkan uang lebih daripada hanya sekadar gaji yang diterimanya. Mengkorupsikan uang negara dijadikan sebagai lahan untuk mengumpulkan harta. Lihat saja, korupsi itu terjadi dimana-dimana. Bahkan lembaga yang dianggap suci seperti lembaga agama atau agamawan tak jarang juga dihinggapi mental yang buruk ini, seperti kita saksikan banyak juga yang masuk penjara. 

Kecenderungan untuk memiliki lebih benda-benda atau keinginan-keinganan nafsu menjadi dasar terjadinya korupsi. Keinginan untuk kaya mendadak, keinginan untuk dihormati, keinginan untuk memiliki banyak istri, keinginan untuk pension kaya, keinginan untuk mewariskan kekayaan bagi anak cucu, dan tekanan gaya hidup yang materialistik dan sudah tidak lagi sederhana.

Pertanyaannya apa mereka dilahirkan dalam kondisi mental rakus dan pencuri. Tidak! Para manusia ini dibentuk oleh masyarakat dimana nilai-nilai kehidupan mereka dibentuk. Selanjutnya didukung dengan kesempatan untuk melakukan korupsi di tempat kerja karena adanya peluang dan juga kurangnya pengawasan. Ketika seseorang memasuki sebuah sistem maka seseorang akan menentukan sikapnya, apakah tetap jujur atau rela mengkhianati hati nuraninya dan melakukan kecurangan dengan korupsi. Bahkan korupsi ini dapat juga didorong oleh lingkungan tempat kerja dimana korupsi dianggap sebagai hal yang wajar.

Selain itu, hilangnya rasa malu dan kurangnya tekanan masyarakat juga penyebab merajalelanya perilaku korupsi. Lihatlah para koruptor itu, tidak pernah malu. Malah ada yang bangga dengan tindakannya. Kita coba lihat ekspresi para koruptor ketika ditangkap, mereka dengan rileksnya tersenyum dan tidak malu. Bahkan ada yang keluar masuk penjara dan tetap tersenyum saat muncul televisi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, bukan?

Masyarakat kurang memberikan tekanan yang besar kepada para koruptor ini. Masyarakat kita terlalu mentolerir perilaku buruk ini. Kita perlu mengingat bahwa mereka yang bekerja dalam institusi pemerintahan itu mewakili nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat yang dengan tidak begitu ditekan sebagai perilaku buruk yang harus dimusnahkan dari muka bumi ini. Walaupun saya menghargai kehidupan, saya cenderung berpikir bahwa hukuman mati seharusnya pantas untuk para koruptor. Namun karena sistem hukum dan perilaku penegak hukum yang mungkin bias, tidak tegas dan kurang adil, maka hukuman seumur hidup lebih tepat untuk mereka, supaya mencegah terjadinya kesalahan dalam proses memutuskan perkara dalam sebuah pengadilan.

Dapat dipastikan bahwa rasa malu para kandidat koruptor atau pelaku korupsi ini bisa dikatakan sudah sangat berkurang bahkan mungkin tidak ada. Mereka telah menjual hati nuraninya kepada Iblis dan kesenangan sesaat. Apa yang sedang terjadi dengan manusia-manusia seperti ini? Padahal ada orang-orang kecil yang terpaksa mencuri karena lapar dan akhirnya mereka dihukum masuk penjara. Namun ada para pejabat yang mencuri uang negara karena adanya kesempatan dan mereka masih bebas dan belum dihukum. Fenomena korupsi ini harus dilihat sebagai kejahatan yang besar karena dampaknya sangat besar dan luas. Sekecil apapun uang negara yang dikorupsi akan menimbulkan banyak masalah-masalah yang lebih besar dalam masyarakat. Jadi para koruptor memang harus dimiskinkan dan para pejabat baru perlu dibekali dengan nilai-nilai baru.

Lalu, darimana seharusnya memulai untuk memerangi korupsi ini? Mengingat korupsi ini masalah yang sangat kompleks maka dibutuhkan solusi yang lebih besar untuk mengatasinya. Ada yang mengatakan bahwa system hukum harus dibenahi. Namun hukum ini juga tidak akan berjalan kalau tidak ada yang menjalankannya (pelaku hukum). Ditangan para pelaku hukum ini juga terletak masa depan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Selanjutnya pendidikan anti korupsi perlu dikembangkan dirumah dan disekolah. Sikap jujur itu memang perlu dilatih dan dibiasakan. Hal apa yang membuat seseorang tetap jujur dan mempertahankan integritasnya? Hal ini saja tentu saja ini bersumber dari nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dalam agama. 

Bagaimana lembaga-lembaga agama ini sudah berfungsi dengan maksimal untuk membina orang-orang beragama. Negara yang dianggap sangat beragama ini justru ditemukan banyak sekali perilaku korupsi. Padahal mereka yang korupsi adalah orang-orang yang beragama dan rajin beribadah. Mengapa nilai-nilai kejujuran tidak terinternalisasi dengan baik dan mengapa kecurangan yang justru terus berkembang. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi lembaga agama untuk membenahi cara membina umatnya.

Selanjutnya fungsi pendidikan sekolah dalam membentuk perilaku jujur. Hal ini sangat kritikal karena sekolah adalah tempat menyemai dan membentuk manusia-manusia yang akan berperan dalam tugas kepublikan. Disekolah ini manusia dibentuk. Mengingat para koruptor selama ini adalah orang-orang berpendidikan tinggi yang termasuk dalam kelompok intelektual masyarakat justru menjadi pelaku korupsi. Hal ini tentu saja dapat menjadi kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk insan yang jujur dan memiliki integritas. Dengan demikian pendidikan yang dikembangkan di sekolah haruslah pendidikan yang menanankan sikap dan perilaku jujur. Misalnya tidak boleh mencontek di sekolah atau menghargai setiap perilaku jujur disekolah

Lebih utama lagi, rumah adalah tempat utama membangun nilai kehidupan. Membangun kejujuran dari dalam rumah adalah landasan utama dari system nilai yang membentuk pribadi seseorang dalam masyarakat. Nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, dan kebaikan dan rela berkorban menjadi nilai-nilai yang sangat penting ditanamkan agar manusia tidak jatuh dalam tindakan korupsi di kemudian hari. Dengan demikian, keterlibatan berbagai institusi sangat dibutuhkan untuk menurunkan angka korupsi dalam masyarakat.

Written By: Notatema Gea


Tuesday, December 20, 2016

Damailah bangsaku!

Akhir-akhir ini kita menyaksikan suatu ancaman baru dalam kebhinekaan kita di Indonesia. Setiap hari kita mendapatkan informasi yang menyedihkan hati karena begitu banyaknya peristiwa-peristiwa intoleransi yang membahayakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Secara pribadi, saya melihat peristiwa-peristiwa seperti ini sebagai sebuah penyakit sosial yang berpotensi untuk merusak peradaban bangsa yang sedang dibangun. Tentu saja ini juga menunjukkan bahwa bangsa kita ini sedang sakit dan perlu segera ditangani dengan baik supaya bisa kembali sehat. Sumber penyakit itu adalah bertumbuh suburnya sikap-sikap intoleran dan radikal dalam masyarakat yang tidak menghargai keberadaan orang lain atau kelompok lain. Tanpa penanganan yang serius, penyakit sosial ini akan merusak tatanan hidup masyarakat Indonesia yang cinta damai.

Kita harus ingat satu hal bahwa, tanah air, tempat kita berdiri sekarang ini, sang ibu pertiwi, akan menangis, ketika kita tidak mampu hidup berdampingan secara damai dengan sesama anak-anak bangsa  yang berbeda dengan kita. Ibu pertiwi akan berduka apabila kita tidak mampu bersatu untuk memajukan negeri secara bersama-sama. Rasa permusuhan dan kebencian kepada mereka yang berbeda dengan kita akan menjadi sumber malapetaka yang menghambat kemajuan kita sebagai bangsa dalam membangun peradaban yang maju. Kita sudah merdeka hampir seabad melalui perjuangan bersama dari begitu banyak para pejuang  bangsa yang telah merelakan jiwa raganya untuk negeri tercinta, tetapi mengapa kita masih terus bertengkar dan tidak mampu hidup berdamai dengan sesama anak-anak bangsa?

Kita ini hidup di negeri yang sama, kita lahir dan dibesarkan di tanah ibu pertiwi yang kita cintai. Indonesia adalah milik kita bersama yang harus rawat dengan kebesaran hati. Mustahil kita akan menjadi bangsa yang besar apabila kita masih tidak menghargai keberadaan sesama kita. Sesungguhnya tidak ada satu kelompok masyarakat pun di negeri ini yang dapat mengklaim sebagai pemilik satu-satunya sehingga mengabaikan hak-hak kelompok lain yang mempunyai hak yang sama untuk hidup dan berkontribusi bagi pembangunan negeri kita. Kita jangan buta pada sejarah dan jangan pernah melupakan dasar komitmen untuk membangun bangsa kita yang dilandasi dengan semangat kebersamaan. Karena sesungguhnya kita ada karena kita berbeda.


Sebuah anugerah dari Tuhan yang Maha Kuasa yang telah menciptakan Indonesia dari manusia-manusia yang memiliki perbedaan-perbedaan baik suku, agama, ras, Bahasa, dan budaya. Perbedaan-perbedaan itu justru menjadi bukti bahwa kita adalah bangsa yang kaya karena keberagamaan itu begitu indah. Marilah rawat dan tebarkan damai, sehingga dunia ini menjadi tempat yang layak untuk kita huni bersama.

By: Notatema Gea   

Friday, April 18, 2014

Kisah Sebuah Perubahan di Pedalaman Papua

Seorang Pemburu,
Kini menjadi Pegiat Ekonomi Kampung
Oleh: Notatema Gea

Kisah perubahan berikut ini adalah salah satu pengalaman penulis bekerja bersama masyarakat di pedalaman Papua. Jika melihat kondisi daerah pedalaman Boven Digoel yang sangat terpencil mungkin sedikit harapan yang bisa diberikan untuk mengubah kehidupan masyarakat. Namun dalam perjumpaan dengan masyarakat, penulis melihat sendiri sebuah perubahan yang sangat besar karena adanya kemauan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk menjadi lebih baik. Sekecil apapun usaha yang dilakukan pasti ada hasilnya bila diperjuangkan dengan sepenuh hati.

Foto Pak Bruno

"Dulu saya sehari-hari bekerja sebagai pemburu babi hutan. Jam 7 atau jam 8 malam  itu saya harus pergi berburu sampai dengan pagi. Daging hasil buruan saya jual ke pasar dan uang hasil penjualan itu saya bawa pulang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan keluarga.” Kenang Pak Bruno mengingat kembali pengalaman hidupnya.

Pria sederhana, berumur 51 tahun ini, kini tidak lagi menggeluti profesinya sebagai pemburu binatang di hutan. Kini dia sudah menjadi salah seorang penggerak kegiatan ekonomi di kampungnya sendiri. Saat ini Pak Bruno menjadi ketua koperasi di kampungnya, yaitu di kampung Ogenetan Distrik, Iniyandit, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Dia sudah memimpin koperasi itu sejak berdiri pada tahun 2009 dengan memberikan banyak perubahan pada kehidupan masyarakat di kampungnya menjadi semakin lebih baik.

Pak Bruno mengisahkan beberapa kondisi di kampung sebelum adanya koperasi. “Dulu kami harus berjalan kaki sejauh 15 km ke Mindiptana (baca:salah satu kota kecamatan yang terdekat dari kampung Ogenetan), untuk menjual karet hasil kebun dan membeli barang-barang kebutuhan pokok keluarga. Kami tidak hanya lelah dalam perjalanan untuk menjual hasil-hasil kebun, tapi harga penjualan pun sangat murah karena kami menjualnya kepada para plasma-plasma (tengkulak) yang sering mempermainkan harga.” Demikian pak Bruno melanjutkan ceritanya.

Kondisi inilah yang memicu semangatnya bersama-sama dengan beberapa warga di kampungnya untuk memikirkan jalan keluar dari kondisi tersebut. Lalu muncullah ide untuk mendirikan koperasi untuk berusaha bersama-sama. Namun ide ini pun tidak begitu saja diterima masyarakat, sebagian warga menolak ide untuk mendirikan koperasi karena mereka sudah dua kali memiliki pengalaman buruk dalam mendirikan koperasi yang selalu gagal. Mereka yang menolak merasa pesimis dengan masa depan koperasi tersebut.

Akan tetapi penolakan itu tidak menyurutkan semangat Pak Bruno bersama dengan warga yang masih memiliki komitmen yang tinggi untuk membuat perubahan ekonomi di kampung. Mereka tetap mau bangkit dari pengalaman kegagalan yang pernah terjadi. Akhirnya mereka pun mewujudkan ide untuk mendirikan koperasi yang mereka namakan Koperasi Nonggup. Nonggup, dalam bahasa suku Mandobo Papua, berarti kebersamaan.

Awalnya mereka mulai mengumpulkan iuran anggota dan kemudian mereka memulai usaha koperasi dengan membeli barang-barang kebutuhan pokok dari kota dan menjualnya di koperasi. Sejak itu, warga kampung tidak harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk berjalan kaki dalam membeli kebutuhan-kebutuhan mereka karena sudah tersedia di koperasi.

Kemudian koperasi juga membangun kerja sama dengan PT Montelo, Perusahaan Penampung Karet di Kabupaten Boven Digoel. Koperasi bertugas mengumpulkan karet dari masyarakat kemudian menjualnya sekaligus kepada PT Montelo. Sejak itu, harga karet pun menjadi lebih baik, karena mereka tidak lagi harus menjual kepada para tengkulak. Masyarakat pun menjadi lebih rajin menoreh karet karena harga jual sudah lebih baik. Jika sebelumnya harga karet kadang-kadang hanya 8.000/kg kini mereka sudah menjual dengan harga Rp 18.000-23. 000/kg.
Foto Pengolahan Karet: Sumber utama Pendapatan Masyarakat
 Kehadiran koperasi Nonggup memang sangat berdampak positif pada peningkatan pendapatan anggotanya. Dengan semakin meningkatnya pendapatan, orangtua mampu untuk mengirimkan anak-anaknya melanjutkan sekolah di kota. Beberapa anak melanjutkan sekolah di tingkat SMP dan SMA di kota Kabupaten Boven Digoel dan beberapa anak sudah bisa masuk ke perguruan tinggi.

Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI (baca: sebuah lembaga kemanusiaan tempat penulis berkarya) wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.”  Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.

Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.”  Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.


Dia sendiri merasa banyak belajar dari perannya sebagai ketua koperasi. “Saya belajar untuk bertanggung jawab dalam koperasi. Saya sebagai pengurus harus memegang prinsip takut pada Tuhan dan takut pada uang anggota serta percaya diri dalam mengelola usaha.” Itulah nilai-nilai yang dipegangnya dalam menjalankan tugas sebagai pengurus Koperasi yang dipercayai anggota.  


Dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua koperasi, Pak Bruno, ayah dari dua orang anak ini, juga banyak mendapat dukungan dari masyarakat. Keluarganya pun mendukung kegiatannya dalam pengembangan koperasi. Secara pribadi, ada banyak hal yang dimpikan Pak Bruno bisa terjadi di kampungnya melalui kehadiran koperasi. Dan dia ingin terus berjuang untuk mewujudkan mimpinya itu. “Visi saya ke depan adalah koperasi harus berkembang dan saya harus jamin anggota saya yang sudah terdaftar di koperasi mempunyai rumah yang baik dan layak.  Karena selama ini uang yang diperoleh masyarakat dari penjualan karet hanya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka saja dalam rumah tangga dan mereka belum bisa berpikir tentang rumah.” Ungkap Pak Bruno dengan antusias dan penuh rasa optimis.

Membangun usaha dengan kekuatan sendiri dan mengembangkan potensi lokal menuju kemandirian masyarakat lokal Papua, itulah semangat utama dalam  membangun koperasi yang dicita-citakan Pak Bruno. Dia selalu berusaha membangkitkan semangat warganya untuk membangun kampung sendiri. Pak Bruno meyakini bahwa ekonomi harus berkembang di kampung dan untuk meraihnya masyarakat harus bekerjasama. “Ekonomi kita harus jalan dikampung kita. Tidak ada yang membangun kampung kita selain kita sendiri, ungkap Pak Bruno

Dampak dari kehadiran koperasi Nonggup, yang dipimpin Pak Bruno, ini pun tidak hanya terasa bagi anggota yang terdaftar. Kini semua warga kampung menjadi anggota koperasi. Selain beberapa koperasi pun di sekitar kampung berdiri sebagai cabang koperasi Nonggup. Beberapa kampung belajar tentang cara pengelolaan koperasi setelah mereka mendengar tentang keberhasilan yang sudah dicapai Koperasi Nonggup. Dan beberapa koperasi cabang tersebut sudah berkembang menjadi koperasi yang mandiri.

Pak Bruno pun ingin bila semakin banyak orang yang mengembangkan koperasi di kampung-kampung yang lain. Pengalaman menjalankan usaha yang sudah dimilikinya pun sering dibagikan kepada kelompok masyarakat lainnya untuk memberikan pembelajaran dan tips dalam mengelola koperasi. Dia memotivasi warganya dan warga kampung sekitar untuk tetap semangat, walaupun pernah gagal dalam mengelola usaha. “Kita harus tetap semangat dan jangan pernah putus asa. Jika menemui kegagalan kita evaluasi lagi untuk membangun kembali koperasi.” Demikian Pak Bruno mengakhiri ceritanya.



Monday, July 1, 2013

Bebaskan Pikiran

Pikiran yang bebas menjadi modal utama dalam membuat suatu perubahan. Berpikir "out of box" atau "beyond" melahirkan ide-ide yang dapat mengubah dunia. Sistem berpikir yang sudah ada seringkali memenjarakan kreatifitas seseorang sehingga keberanian untuk mengambil resiko harus dilakukan. Kita terbentuk dalam kultur berpikir tertentu yang sudah menjadi kebiasaan. Berpikir secara berbeda menjadikan kemapanan dan stabilitas dilanggar dan banyak orang yang tidak menyukainya. Kita mengembangkan sendiri pemikiran kita. Pada dasarnya semua ide dilahirkan dalam kondisi kebebasan tanpa tekanan dan intimidasi. Ketika seseorang berpikir dan menghasilkan suatu gagasan, ia harus berani untuk mengungkapkannya dan siap untuk melakukannya

Bagaimana dengan pola pendidikan kita apakah sudah mendukung sistem pemikiran yang membebaskan? Dan apakah kita sudah punya ruang yang cukup untuk mengekspresikan pikiran kita, dan kita berani untuk berpikir secara berbeda? Fakta menunjukkan bahwa sistem pendidikan menghafal materi pelajaran masih menjadi metode yang banyak dipakai oleh guru-guru. Sistem pendidikan yang menekankan hafalan hanya akan menciptakan manusia yang menampung informasi dan kemudian melupakannya. Sistem belajar mengajar masih menerapkan sistem yang menjadikan siswa sebagai bank informasi. Celakanya lagi, semua proses belajar-mengajar diarahkan untuk menjawab soal-soal UAN.

Semestinya proses belajar mengajar lebih diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas dan menekankan pada proses bukan hanya pada tujuan untuk meraih nilai dalam bentuk angka-angka. Siswa ditolong menemukan sendiri cara belajar yang baik dan tepat untuknya, dengan terus menggali minat dan pilihan studinya. Metode pembelajaran problem-solving, studi kasus, diskusi, dan penemuan harus lebih ditekankan. Karena dalam proses inilah siswa akan mampu untuk mengekspresikan pikirannya dan tidak hanya mengikuti buku teks yang baku. Pemahaman dan penemuan harus menjadi dua titik fokus yang tidak dapat dipisahkan. Hasil belajar tidak dapat diperoleh dalam sehari, tetapi melalui suatu proses panjang yang terencana yang membentuk seluruh pemahaman dan kepribadian peserta didik.

Proses belajar mengajar harus sampai pada tingkat perubahan perilaku, bukan hanya pada peningkatan pemahaman. Proses belajar dapat berhasil ketika siswa sudah memahami materi pelajaran, mengamalkan ilmunya, dan menemukan hal baru. Sayangnya hasil belajar siswa lebih banyak hanya mengukur pemahaman atau penguasaan terhadap materi pelajaran dan mengabaikan perubahan sikap dan perilaku. Pola pendidikan seperti inilah yang memenjarakan pikiran. Mematikan kreatifitas, belajar tanpa kebebasan. Pendidikan kita juga minim akan apresiasi sehingga tidak memacu orang untuk menemukan hal-hal baru.

Masyarakat intelektual seharusnya menyediakan ruang yang lebih luas untuk pengembangan teori-teori baru. Dalam masyarakat Yunani kuno, ada ruang untuk menyampaikan pikiran mereka dalam tempat yang disebut agora. Agora adalah ruang publik untuk menyampaikan pikiran-pikiran baru. Ruang diskusi ini yang seharusnya terus dikembangkan, termasuk laboratorium-laboratorium ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian kita membutuhkan suatu perubahan cara berpikir dalam pendidikan kita. Kita harus berani keluar dari sistem yang lama dan berusaha untuk memasuki ruang-ruang kebebasan yang baru. Selamat menjadi orang yang berpikir secara bebas.

By: Notatema Gea

Tuesday, June 4, 2013

Tertawa itu sehat

Berapa kali anda tertawa hari ini? Atau kapan anda terakhir tertawa dengan bebas? Jika anda sering tertawa bersama orang lain atau menertawakan diri anda sendiri berarti itu tandanya jiwa anda sehat. Kebahagiaan terpancar dari hati yang senang. Tidak peduli seberapa berat beban anda, sediakan waktu untuk tertawa supaya anda menjadi lebih awet muda. Hati yang gembira adalah obat paling manjur bagi setiap hati yang sedang galau. Tertawa adalah sebuah proses pembebasan energi negatif. Anda pasti segar setelah tertawa, anda tidak perlu kuatir dengan banyak hal. Biarkanlah hidup ini terus mengalir dan rawatlah kesehatan jiwa anda. Jika anda mampu membuat orang lain tertawa berarti anda sedang menghibur jiwa-jiwa yang sedang berada dalam masalah atau krisis yang besar. Orang yang banyak tertawa pasti akan lebih sehat dibandingkan dengan orang-orang yang murung. 

Masukkanlah energi positif ke dalam diri anda melalui tertawa. Manusia membutuhkan hiburan dan relaksasi. Bahkan hati yang bahagia akan menjadikan anda sebagai manusia yang produktif dalam kehidupan. Orang-orang yang terlalu serius akan lebih banyak menampung energi negatif ke dalam dirinya sehingga dia tidak mampu menikmati sukacita yang penuh. Ada kalanya kita perlu merasa serius tetapi kita harus menemukan relaksasi yang memberi rasa kegembiraan setiap hari. Selamat tertawa!!!!!


By: Notatema Gea

Sunday, September 9, 2012

Boven Digoel: Sebuah Kota Kecil Bersejarah di Belantara Ujung Timur Indonesia

Jalan-jalan melihat kekayaan dan keindahan Bumi Indonesia
Oleh: Notatema Gea


Gambar Kota Boven Digoel
Anda tidak akan pernah menyangka kalau ada sebuah kota kecil di perbatasan Ujung Timur Indonesia yang begitu mempesona. Setiap orang yang suka petualangan dan mencintai tanah air perlu mengunjungi tempat ini. Kota ini adalah kota bersejarah yang terletak di ujung perbatasan paling Timur wilayah Indonesia. Daerah ini dulunya adalah hutan rimba yang luas yang dihidupi binatang-binatang buas dan juga masyarakat asli yang belum terpengaruh modernisasi. Dulunya tempat ini menjadi tempat pembuangan pahlawan bangsa kita. Mohammad Hatta adalah seorang tokoh nasional dan proklamator yang pernah mengalami pembuangan. Penjara tempat sang Proklamator menghabiskan hari-harinya di pembuangan masih berdiri kokoh sampai hari ini. Penjara ini menjadi salah satu situs sejarah bangsa kita. Untuk mengingat bung Hatta maka di sini telah dibangun satu monumen tugu sang proklamator.



Gambar Tugu Mohammad Hatta (Sang Proklamator)
 di Boven Digoel
Bagi orang yang tidak pernah datang ke tempat ini akan sulit membayangkan keadaan di sini pastinya. Untuk mencapai daerah ini pastinya kita harus ke Merauke. Kita dapat menggunakan 3 pilihan transportasi. Pertama, pesawat udara yang dapat ditempuh dalam waktu 70 menit menggunakan jenis pesawat fokker yang bisa memuat sekitar 12 orang penumpang. Kedua, Sungai yang menggunakan kapal dari merauke dapat ditempuh selama sekitar 2 hari. ketiga, darat dengan naik mobil. mobil yang beroperasi tidak sembarang karena medan yang cukup sulit dan berlumpur. Umumnya mobil jenis Hilene yang sudah dimodifikasi yang beroperasi. lama waktu perjalanan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Jika cuaca cerah sekitar seminggu maka bisa ditempuh dalam waktu 9-10 jam. tetapi kalau cuaca lagi hujan maka bisa ditempuh dalam waktu 16-24 jam.

Gambar mobil yang biasa digunakan
 untuk transportasi Merauke-Boven Digoel
Gambar Transportasi Sungai di Kali Digoel
jika kita melihat dari udara pada saat perjalanan lewat pesawat maka yang nampak di sepanjang perjalanan hanyalah hutan rimba yang tidak berpenghuni. Rumah-rumah penduduk hampir tidak kelihatan karena memang sebagian besar daratan berbentuk rawa-rawa sehingga tidak ada perkampungan di banyak tempat. Hanya tempat-tempat yang agak tinggi dan kering saja yang dijadikan tempat hunian masyarakat. Tetapi ketika kita tiba di bandara BovenDigoel, yang tidak terlalu luas, kita akan melihat suasana yang baru. karena sudah tidak lagi sunyi seperti dulu. Banyak orang-orang dari luar yang tinggal di tempat ini, tidak hanya masyarakat asli saja. Ada berbagai suku yang ada di kota seperti: makasar, toraja, ambon, manado, jawa, batak, dan lain-lain. Interaksi penduduk sudah semakin seperti kondisi kota-kota besar. Kota Boven digoel yang beribukota Tanah Merah merupakan kota kabupaten yang baru dimekarkan dari kabupaten induk merauke. Infrastruktur masih dalam proses pembangunan dan kondisi kota masih dalam masa transisi menuju kota yang sama seperti kabupaten lainnya.

Kota ini termasuk daerah yang aman dan jauh dari kekacauan. Masyaraka hidup secara tertib dan damai walaupun berasal dari latar belakang yang berbeda.


Gambar Penjara Boven Digoel peninggalan Belanda
 yang biasa digunakan sebagai tempat pembuangan para pejuang 
Gambar Sel-sel penjara tua saksi sejarah
Gambar sel Penjara Boven Digoel peninggalan Belanda

Ke mana arah politik kita?

Dalam tiga atau empat tahun terakhir ini, kita sedang mengalami goncangan yang besar sebagai sebuah bangsa. Keutuhan kita sebagai bangsa ...