Seorang Pemburu,
Kini menjadi Pegiat Ekonomi Kampung
Oleh: Notatema Gea
Kisah perubahan berikut ini adalah salah satu pengalaman penulis bekerja bersama masyarakat di pedalaman Papua. Jika melihat kondisi daerah pedalaman Boven Digoel yang sangat terpencil mungkin sedikit harapan yang bisa diberikan untuk mengubah kehidupan masyarakat. Namun dalam perjumpaan dengan masyarakat, penulis melihat sendiri sebuah perubahan yang sangat besar karena adanya kemauan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk menjadi lebih baik. Sekecil apapun usaha yang dilakukan pasti ada hasilnya bila diperjuangkan dengan sepenuh hati.
Pak Bruno mengisahkan beberapa kondisi di kampung sebelum
adanya koperasi. “Dulu kami harus berjalan kaki sejauh 15 km ke Mindiptana (baca:salah satu kota kecamatan yang
terdekat dari kampung Ogenetan), untuk menjual karet hasil kebun dan membeli
barang-barang kebutuhan pokok keluarga. Kami tidak hanya lelah dalam perjalanan
untuk menjual hasil-hasil kebun, tapi harga penjualan pun sangat murah karena
kami menjualnya kepada para plasma-plasma
(tengkulak) yang sering mempermainkan harga.” Demikian pak Bruno
melanjutkan ceritanya.
Kondisi inilah yang memicu semangatnya bersama-sama
dengan beberapa warga di kampungnya untuk memikirkan jalan keluar dari kondisi
tersebut. Lalu muncullah ide untuk mendirikan koperasi untuk berusaha
bersama-sama. Namun ide ini pun tidak
begitu saja diterima masyarakat, sebagian warga menolak ide untuk mendirikan
koperasi karena mereka sudah dua kali memiliki pengalaman buruk dalam
mendirikan koperasi yang selalu gagal. Mereka yang menolak merasa pesimis
dengan masa depan koperasi tersebut.
Akan tetapi penolakan itu tidak menyurutkan semangat Pak
Bruno bersama dengan warga yang masih memiliki komitmen yang tinggi untuk
membuat perubahan ekonomi di kampung. Mereka tetap mau bangkit dari pengalaman
kegagalan yang pernah terjadi. Akhirnya mereka pun mewujudkan ide untuk mendirikan
koperasi yang mereka namakan Koperasi Nonggup. Nonggup, dalam bahasa suku Mandobo Papua, berarti kebersamaan.
Awalnya mereka mulai mengumpulkan iuran anggota dan kemudian
mereka memulai usaha koperasi dengan membeli barang-barang kebutuhan pokok dari
kota dan menjualnya di koperasi. Sejak itu, warga kampung tidak harus menghabiskan
banyak waktu dan tenaga untuk berjalan kaki dalam membeli kebutuhan-kebutuhan
mereka karena sudah tersedia di koperasi.
Kemudian koperasi juga membangun kerja sama dengan PT
Montelo, Perusahaan Penampung Karet di Kabupaten Boven Digoel. Koperasi bertugas
mengumpulkan karet dari masyarakat kemudian menjualnya sekaligus kepada PT
Montelo. Sejak itu, harga karet pun menjadi lebih baik, karena mereka tidak
lagi harus menjual kepada para tengkulak. Masyarakat pun menjadi lebih rajin
menoreh karet karena harga jual sudah lebih baik. Jika sebelumnya harga karet
kadang-kadang hanya 8.000/kg kini mereka sudah menjual dengan harga Rp
18.000-23. 000/kg.
Foto Pengolahan Karet: Sumber utama Pendapatan Masyarakat |
Kehadiran koperasi Nonggup memang sangat berdampak
positif pada peningkatan pendapatan anggotanya. Dengan semakin meningkatnya
pendapatan, orangtua mampu untuk mengirimkan anak-anaknya melanjutkan sekolah
di kota. Beberapa anak melanjutkan sekolah di tingkat SMP dan SMA di kota
Kabupaten Boven Digoel dan beberapa anak sudah bisa masuk ke perguruan tinggi.
Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI (baca: sebuah lembaga kemanusiaan tempat penulis berkarya) wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.” Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.
Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.” Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.
Dia sendiri merasa banyak belajar dari perannya sebagai
ketua koperasi. “Saya belajar untuk bertanggung jawab dalam koperasi. Saya
sebagai pengurus harus
memegang prinsip takut pada Tuhan dan takut pada uang anggota
serta percaya diri dalam mengelola usaha.” Itulah nilai-nilai yang dipegangnya dalam menjalankan
tugas sebagai pengurus Koperasi yang dipercayai anggota.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua koperasi, Pak
Bruno, ayah dari dua orang anak ini, juga banyak mendapat dukungan dari
masyarakat. Keluarganya pun mendukung kegiatannya dalam pengembangan koperasi.
Secara pribadi, ada banyak hal yang dimpikan Pak Bruno bisa terjadi di
kampungnya melalui kehadiran koperasi. Dan dia ingin terus berjuang untuk
mewujudkan mimpinya itu. “Visi saya ke depan adalah koperasi harus berkembang
dan saya harus jamin anggota saya yang sudah terdaftar di koperasi mempunyai
rumah yang baik dan layak. Karena selama
ini uang yang diperoleh masyarakat dari penjualan karet hanya digunakan untuk
membeli kebutuhan sehari-hari mereka saja dalam rumah tangga dan mereka belum bisa
berpikir tentang rumah.” Ungkap Pak Bruno dengan antusias dan penuh rasa
optimis.
Membangun usaha dengan kekuatan sendiri dan mengembangkan potensi lokal menuju kemandirian masyarakat lokal Papua, itulah semangat utama dalam membangun
koperasi yang dicita-citakan Pak
Bruno. Dia selalu berusaha membangkitkan semangat warganya untuk membangun kampung sendiri. Pak Bruno meyakini bahwa
ekonomi harus berkembang di kampung dan untuk meraihnya masyarakat harus
bekerjasama. “Ekonomi kita
harus jalan dikampung kita. Tidak ada yang membangun kampung kita selain kita sendiri,”
ungkap Pak Bruno
Dampak dari kehadiran koperasi Nonggup, yang dipimpin Pak
Bruno, ini pun tidak hanya terasa bagi anggota yang terdaftar. Kini semua warga
kampung menjadi anggota koperasi. Selain beberapa koperasi pun di sekitar
kampung berdiri sebagai cabang koperasi Nonggup. Beberapa kampung belajar
tentang cara pengelolaan koperasi setelah mereka mendengar tentang keberhasilan
yang sudah dicapai Koperasi Nonggup. Dan beberapa koperasi cabang tersebut
sudah berkembang menjadi koperasi yang mandiri.
Pak Bruno pun ingin bila semakin banyak orang yang
mengembangkan koperasi di kampung-kampung yang lain. Pengalaman menjalankan usaha yang sudah dimilikinya pun sering dibagikan kepada kelompok masyarakat lainnya
untuk memberikan pembelajaran dan tips dalam mengelola
koperasi. Dia memotivasi warganya dan warga kampung sekitar untuk tetap semangat, walaupun pernah gagal
dalam mengelola usaha. “Kita
harus tetap semangat dan jangan pernah putus asa. Jika menemui kegagalan kita evaluasi lagi untuk
membangun kembali koperasi.” Demikian Pak Bruno mengakhiri ceritanya.