Friday, April 18, 2014

Kisah Sebuah Perubahan di Pedalaman Papua

Seorang Pemburu,
Kini menjadi Pegiat Ekonomi Kampung
Oleh: Notatema Gea

Kisah perubahan berikut ini adalah salah satu pengalaman penulis bekerja bersama masyarakat di pedalaman Papua. Jika melihat kondisi daerah pedalaman Boven Digoel yang sangat terpencil mungkin sedikit harapan yang bisa diberikan untuk mengubah kehidupan masyarakat. Namun dalam perjumpaan dengan masyarakat, penulis melihat sendiri sebuah perubahan yang sangat besar karena adanya kemauan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk menjadi lebih baik. Sekecil apapun usaha yang dilakukan pasti ada hasilnya bila diperjuangkan dengan sepenuh hati.

Foto Pak Bruno

"Dulu saya sehari-hari bekerja sebagai pemburu babi hutan. Jam 7 atau jam 8 malam  itu saya harus pergi berburu sampai dengan pagi. Daging hasil buruan saya jual ke pasar dan uang hasil penjualan itu saya bawa pulang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan keluarga.” Kenang Pak Bruno mengingat kembali pengalaman hidupnya.

Pria sederhana, berumur 51 tahun ini, kini tidak lagi menggeluti profesinya sebagai pemburu binatang di hutan. Kini dia sudah menjadi salah seorang penggerak kegiatan ekonomi di kampungnya sendiri. Saat ini Pak Bruno menjadi ketua koperasi di kampungnya, yaitu di kampung Ogenetan Distrik, Iniyandit, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Dia sudah memimpin koperasi itu sejak berdiri pada tahun 2009 dengan memberikan banyak perubahan pada kehidupan masyarakat di kampungnya menjadi semakin lebih baik.

Pak Bruno mengisahkan beberapa kondisi di kampung sebelum adanya koperasi. “Dulu kami harus berjalan kaki sejauh 15 km ke Mindiptana (baca:salah satu kota kecamatan yang terdekat dari kampung Ogenetan), untuk menjual karet hasil kebun dan membeli barang-barang kebutuhan pokok keluarga. Kami tidak hanya lelah dalam perjalanan untuk menjual hasil-hasil kebun, tapi harga penjualan pun sangat murah karena kami menjualnya kepada para plasma-plasma (tengkulak) yang sering mempermainkan harga.” Demikian pak Bruno melanjutkan ceritanya.

Kondisi inilah yang memicu semangatnya bersama-sama dengan beberapa warga di kampungnya untuk memikirkan jalan keluar dari kondisi tersebut. Lalu muncullah ide untuk mendirikan koperasi untuk berusaha bersama-sama. Namun ide ini pun tidak begitu saja diterima masyarakat, sebagian warga menolak ide untuk mendirikan koperasi karena mereka sudah dua kali memiliki pengalaman buruk dalam mendirikan koperasi yang selalu gagal. Mereka yang menolak merasa pesimis dengan masa depan koperasi tersebut.

Akan tetapi penolakan itu tidak menyurutkan semangat Pak Bruno bersama dengan warga yang masih memiliki komitmen yang tinggi untuk membuat perubahan ekonomi di kampung. Mereka tetap mau bangkit dari pengalaman kegagalan yang pernah terjadi. Akhirnya mereka pun mewujudkan ide untuk mendirikan koperasi yang mereka namakan Koperasi Nonggup. Nonggup, dalam bahasa suku Mandobo Papua, berarti kebersamaan.

Awalnya mereka mulai mengumpulkan iuran anggota dan kemudian mereka memulai usaha koperasi dengan membeli barang-barang kebutuhan pokok dari kota dan menjualnya di koperasi. Sejak itu, warga kampung tidak harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk berjalan kaki dalam membeli kebutuhan-kebutuhan mereka karena sudah tersedia di koperasi.

Kemudian koperasi juga membangun kerja sama dengan PT Montelo, Perusahaan Penampung Karet di Kabupaten Boven Digoel. Koperasi bertugas mengumpulkan karet dari masyarakat kemudian menjualnya sekaligus kepada PT Montelo. Sejak itu, harga karet pun menjadi lebih baik, karena mereka tidak lagi harus menjual kepada para tengkulak. Masyarakat pun menjadi lebih rajin menoreh karet karena harga jual sudah lebih baik. Jika sebelumnya harga karet kadang-kadang hanya 8.000/kg kini mereka sudah menjual dengan harga Rp 18.000-23. 000/kg.
Foto Pengolahan Karet: Sumber utama Pendapatan Masyarakat
 Kehadiran koperasi Nonggup memang sangat berdampak positif pada peningkatan pendapatan anggotanya. Dengan semakin meningkatnya pendapatan, orangtua mampu untuk mengirimkan anak-anaknya melanjutkan sekolah di kota. Beberapa anak melanjutkan sekolah di tingkat SMP dan SMA di kota Kabupaten Boven Digoel dan beberapa anak sudah bisa masuk ke perguruan tinggi.

Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI (baca: sebuah lembaga kemanusiaan tempat penulis berkarya) wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.”  Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.

Pak Bruno, yang mempunyai nama lengkap Bruno Etmop ini, juga menceritakan perubahan-perubahan yang dialaminya secara pribadi sejak masuk menjadi ketua koperasi. “ Dulu saya pendiam dan pengetahuan terbatas tapi saya kini sudah lebih percaya diri untuk berbicara di depan umum sejak saya menjadi ketua koperasi. Saya bersyukur dengan bantuan pendampingan dari WVI wawasan dan pikiran saya semakin terbuka sehingga saya lebih mampu untuk menjalankan tugas saya sebagai pengurus koperasi.”  Walaupun Pak Bruno hanya lulusan kelas 6 SD namun dia sudah mampu mengelola koperasinya dengan baik dan semakin berkembang.


Dia sendiri merasa banyak belajar dari perannya sebagai ketua koperasi. “Saya belajar untuk bertanggung jawab dalam koperasi. Saya sebagai pengurus harus memegang prinsip takut pada Tuhan dan takut pada uang anggota serta percaya diri dalam mengelola usaha.” Itulah nilai-nilai yang dipegangnya dalam menjalankan tugas sebagai pengurus Koperasi yang dipercayai anggota.  


Dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua koperasi, Pak Bruno, ayah dari dua orang anak ini, juga banyak mendapat dukungan dari masyarakat. Keluarganya pun mendukung kegiatannya dalam pengembangan koperasi. Secara pribadi, ada banyak hal yang dimpikan Pak Bruno bisa terjadi di kampungnya melalui kehadiran koperasi. Dan dia ingin terus berjuang untuk mewujudkan mimpinya itu. “Visi saya ke depan adalah koperasi harus berkembang dan saya harus jamin anggota saya yang sudah terdaftar di koperasi mempunyai rumah yang baik dan layak.  Karena selama ini uang yang diperoleh masyarakat dari penjualan karet hanya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka saja dalam rumah tangga dan mereka belum bisa berpikir tentang rumah.” Ungkap Pak Bruno dengan antusias dan penuh rasa optimis.

Membangun usaha dengan kekuatan sendiri dan mengembangkan potensi lokal menuju kemandirian masyarakat lokal Papua, itulah semangat utama dalam  membangun koperasi yang dicita-citakan Pak Bruno. Dia selalu berusaha membangkitkan semangat warganya untuk membangun kampung sendiri. Pak Bruno meyakini bahwa ekonomi harus berkembang di kampung dan untuk meraihnya masyarakat harus bekerjasama. “Ekonomi kita harus jalan dikampung kita. Tidak ada yang membangun kampung kita selain kita sendiri, ungkap Pak Bruno

Dampak dari kehadiran koperasi Nonggup, yang dipimpin Pak Bruno, ini pun tidak hanya terasa bagi anggota yang terdaftar. Kini semua warga kampung menjadi anggota koperasi. Selain beberapa koperasi pun di sekitar kampung berdiri sebagai cabang koperasi Nonggup. Beberapa kampung belajar tentang cara pengelolaan koperasi setelah mereka mendengar tentang keberhasilan yang sudah dicapai Koperasi Nonggup. Dan beberapa koperasi cabang tersebut sudah berkembang menjadi koperasi yang mandiri.

Pak Bruno pun ingin bila semakin banyak orang yang mengembangkan koperasi di kampung-kampung yang lain. Pengalaman menjalankan usaha yang sudah dimilikinya pun sering dibagikan kepada kelompok masyarakat lainnya untuk memberikan pembelajaran dan tips dalam mengelola koperasi. Dia memotivasi warganya dan warga kampung sekitar untuk tetap semangat, walaupun pernah gagal dalam mengelola usaha. “Kita harus tetap semangat dan jangan pernah putus asa. Jika menemui kegagalan kita evaluasi lagi untuk membangun kembali koperasi.” Demikian Pak Bruno mengakhiri ceritanya.



Ke mana arah politik kita?

Dalam tiga atau empat tahun terakhir ini, kita sedang mengalami goncangan yang besar sebagai sebuah bangsa. Keutuhan kita sebagai bangsa ...